Kamis, 03 Desember 2015



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Qiyas Istitsna’iy
Telah diterangkan bahwa qiyas istitsna’iy: suatu qiyas yang disebutkan ‘ain-un natijahnya atau naqidun natijahnya dengan nyata.
Susunan qiyas iatisna’i ini terdiri dari dua muqadimaah. Pertama, muqadimah kubra-yang terdiri dari Qadiyah syartiyah. Kedua, muqadimah sughra-yang terdiri dari qadiyah yang diawali oleh “adat istisna’i”, kata pengecualian, yaitu “tetapi.”[1] Maka dengan mengecualikan salah satu dari ujung syarthiyahnya atau naqidnya, maka menatijahkan ujung yang lainnya atau naqidnya.[2]
Adapun syarat untuk menghasilkan kesimpulan (natijah) yang benar dalam qiyas sitisna’I ada dua: pertama, mesti menggunakan qadiyah syartiyah mujabah. Kedua, mesti terdapat hubungan sebab-akibat pada qiyas istisna’I ittishali, dan terdapat kontradiksi pada qiyas istisna’I infishali.[3]
B.     Pembagian Qiyas Istisna’iy
Qiyas ini dibagi dua bagian: adakalanya syarthiyah itu muttashilah dan adakalanya munfashilah.
1.      Qiyas iitishali:
Qiyas istisna’i ittishali, ialah suatu qiyas yang mana muqaddimah pertama dalam qiyas itu, merupakan syarthiyah muttashilah (sebab-akibat).

Contoh :
-          Sesuatu makanan itu manis, maka mengandung zat gula.
-          Akan tetapi makanan itu manis.
-          Maka makanan itu mengandung zat gula.[4]
Hukum-hukum qiyas itishali
a.       Mengistisnakan (mengecualikan) muqaddam isbat, maka akan membuat natijah tali isbat.
Contoh:
-          Setiap sesuatu yang berupa emas adalah barang tambang
-          Akan tetapi ia itu emas
-          Maka ia barang tambang
b.      Mengecualikantali berbentuk naïf, maka menghasilakn natijah dalam bentuk nafi muqaddam..
Contoh :
-          Setiap sesuatu yang berupa emas adalah barang tambang
-          Akan tetapi ia itu bukan barang tambang
-          Maka ia bukan emas[5]

2.      Qiyas istisna’I infishali
Qiyas istisna’i infishali, maka qiyas istisna’i infishali ialah : tersusun, muqaddimah pertama, dalam qiyas itu qadhiyah syarthiyah munfashilah.
Contoh :
-          Pegawai negeri ini adakalanya jujur, dan adakalanya curang.
-          Akan tetapi pegawai ini jujur.
-          Maka pegawai negeri ini tidak curang.[6]
Bentuk dari qiyas istisna’I infishali ada 3:
a.       Haqiqiyah
Menetapkan ain (bukan naqid) salah satu ujungnya akan member natijah naqid yang lainnya, dan/atau menetapkan naqid salah satu jungnya akan member natijah  ain yang lainnya.
Contoh :
-          Al-maujud/ yang ada itu, bisa qdim bisa baru
-          Akan tetapi ia qadim
-          Maka ia tidak baru
Atau:
-          Akan tetapi ia baru
-          Maka tidak qadim
Atau:
-          Akan tetapi ia tidak qadim
-          Maka ia baru
Atau :
-          Akan tetapi ia tidak baru
-          Maka ia qadim

b.      Maniatul jam’i
Menetapkan ain bagiannya, akan member natijah naqid yang lainnya. Tetapi, apabila menetapkan naqdi salah satu bagiannya, maka tidak memberi sesuatu natijah yang benar.
Contoh:
-          Kain ini terkadang/bisa putih, bisa hitam
-          Akan tetapi ia putih
-          Maka ia tidak hitam
Atau:
-          Akan tetapi ia hitam
-          Maka ia tidak putih
c.       Maniatul huluw
Menetapkan naqid salah satu bagiannya akan member natijah ain yang lainnya. Tetapi, apabila menetapkan salah satu bagiannya tidak memberi suatu natijah yang benar.
Contoh:
-          Kain ini bisa tidak putih dan bisa tidak hitam
-          Akan tetapi ia putih
-          Maka ia tidak hitam
Atau:
-          Akan tetapi ia hitam
-          Maka ia tidak putih[7]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Qiyas istisna’i adalah bentuk qiyas yang terdiri dari dua muqadimah yang akan menghasilkan natijah atau kesimpulan. Dimana muqadimah pertama itu qadiyah syartiyah dan muqaddamah kedua itu qadiyah istisna’i, yang terdapat kata istisna’i  yaitu kata “tetapi”.
Qiyas istisna’i dibagi menjadi dua, yaitu: qiyas istisna’i ittishali, yang mana muqaddimah pertama merupakan syarthiyah muttashilah (sebab-akibat).menjadi kemungkinan natijahnya ada 4. Dan qiyas istisna’i infishali yang mana muqaddamah pertama merupakan syartiyah munfashilah. Qiyas ini di bagi lagi menjadi 3 bentuk, yaitu: haqiqi, maniatul jam’i, dan maniatul huluw.




DAFTAR PUSTAKA
Djalil, Basiq. 2010. Logika (Ilmu Mantiq). Jakarta:Kencana Predana Media Group.
Sambas, Syukriadi. 1996. Mantik Kaidah Berpikir Islami. Bandung:Remaja Rosdakarya Offset.

Mu’in, M. Taib Thahir Abdul. 1981. Ilmu Mantiq (Logika). Cet. Kedua. Jakarta: Widjaya.



[1] Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islami, (Bandung:Remaja:Rosdakarya Offset,1996) hal. 121
[2] M. Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Mantiq (Logika), Cet. Kedua (Jakarta: Widjaya, 1981) hal 141
[3] Syukriadi Sambas, opcit., hal. 121
[4] M. Taib Thahir Abdul Mu’in, opcit. , ,  hal. 142-146
[5] Syukriadi Sambas, opcit. , , hal. 122
[6] Ibid,,, hal. 142-146
[7] Basiq Djalili, Logika (Ilmu Mantiq), Jakarta:Kencana Predana Media Group, 2010) hal. 94-95

Tidak ada komentar:

Posting Komentar